PRO KONTRA
Pengaturan Tiket Pesawat Terbang Murah
Kecelakaan
pesawat Air Asia QZ8501 baru-baru ini berbuntut panjang. Tidak hanya mengenai
permasalahan teknis, ranah regulasi dan kebijakan pun akhirnya terusik. Adalah
Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan, yang menjadi aktor utama.
Ujung
pangkalnya ialah tanda tangan sang menteri pada peraturan Menhub yang mengatur
kebijakan tarif batas bawah penerbangan, yakni minimal 40 persen dari tarif
batas atas. Efeknya, regulasi terkait pengaturan tarif batas bawah ini akan
membuat maskapai penerbangan berbiaya rendah (low cost carrier/LCC) tidak dapat
lagi menjual tiket sangat murah sebagai bagian dari program pemasaran.
Kementerian
Perhubungan (Kemenhub) secara resmi menaikkan tarif batas bawah untuk tiket
penerbangan. Dengan kata lain, mulai sekarang tidak ada lagi tiket penerbangan
murah.
Ketetapan
tarif baru ini tercantum dalam Peraturan Menteri Perhubungan nomor 91 Tahun
2014. Aturan tarif baru ini hanya berlaku untuk penerbangan dalam negeri.
Aturan ini sudah ditandatangani Menteri Perhubungan Ignasius Jonan pada 30
Desember 2014.
Kemenhub
menaikkan tarif batas bawah penerbangan dari 30 persen menjadi 40 persen. Maka
dari itu, masyarakat dipastikan tak lagi bisa mendapatkan tiket pesawat harga
promosi di bawah Rp 500.000.
Jonan
beralasan diaturnya tarif pesawat, khususnya maskapai penerbangan murah, agar
tidak terjadi persaingan yang memicu maskapai berlomba-lomba menambah slot
penerbangan di luar izin yang diberikan.
Selain itu,
Jonan tak habis pikir dengan harga tiket kereta api hampir sama dengan harga
tiket pesawat. Jonan mengatakan harga tiket kereta api eksekutif saja justru
untungnya hampir tidak ada, apalagi pesawat.
Jonan sangat
yakin maskapai penerbangan yang menjual tiket murah, mengalami kerugian.
"Coba tanya AirAsia dan Garuda, rugi gak operasinya selama ini? Kalau rugi
terus, bahaya. Kalau tutup mendingan kan. Kalau jalan terus, kan pasti banyak
yang dikorbankan," ujar Jonan.
Dengan
mengalami rugi itu, kata Jonan, tidak mungkin maskapai-maskapai itu akan
menombok terus keuangannya. Hal seperti inilah yang menurut Jonan tidak sehat
dalam industri penerbangan. Jonan curiga adanya 'kompensasi' lain agar maskapai
tidak mengalami kerugian, yakni bisa saja dengan pengurangan di dalam
maintenancenya.
Keputusan
Jonan ini sontak menimbulkan banyak penolakan. Namun, tak sedikit pula yang
mendukung mantan bos KAI ini.
Berikut pro
dan kontra dari kebijakan ini.
1.Kenaikan
tarif batas bawah tak signifikan
Menteri
Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil mendukung penaikan tarif batas bawah
penerbangan menjadi 40 persen dari sebelumnya 30 persen. Besaran itu dinilai
masih terjangkau untuk masyarakat. Ia mengatakan bahwa penaikan biaya tiket
pesawat tidak terlalu signifikan.
Atas dasar
itu, dia optimistis penaikan tarif itu tak bakal mengancam industri pariwisata
di Tanah Air.
2.Putusan
Jonan buat investor lebih percaya pada industri penerbangan
Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebut karut marutnya industri penerbangan
Tanah Air tak membuat sektor ini kehilangan daya tariknya di mata investor.
Sikap tegas Kemenhub justru dianggap membuat perusahaan maskapai penerbangan
akan lebih patuh.
Hal tersebut
diungkapkan Kepala BKPM Franky Sibarani di Jakarta. Dia memprediksi bakal
terjadi pertambahan kinerja investasi di sektor penerbangan Indonesia.
"Saya
kira dengan ditertibkan, investasi penerbangan jadi lebih menarik. Dengan yang
ada sebetulnya terjadi perubahan eskalasi," kata Franky.
Franky
mengklaim, selama tahun lalu, investasi di dunia penerbangan Indonesia
tergolong bagus. Maka itu, dia menyebut ke depannya persaingan antar maskapai
bakal lebih sehat.
"Mereka
yang tidak mampu pasti akan rontok. Yang kompeten dan mampu, akan
survive," terangnya.
3.Penerbangan
murah terbukti hidupkan kinerja pariwisata negeri
Maskapai
penerbangan murah (LCC) sudah menjadi tren dunia sejak lama. Meski terlambat
berkembang di Indonesia, namun penerbangan murah telah berkontribusi signifikan
terhadap kemajuan industri pariwisata Tanah Air.
Hal tersebut
diungkapkan mantan Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sapta
Nirwandar, di Jakarta, Sabtu (10/1)
Atas dasar
itu, Sapta mengkritik keputusan pemerintah membenahi industri penerbangan
dengan cara menaikkan tarif batas bawah penerbangan." Tiket murah itu
lebih pada efisiensi," katanya. "Misal LCC memberikan pilihan untuk
fasilitas seperti bagasi yang minim jika ingin lebih ada tambahan biaya, tanpa
makanan, tidak ada pilihan tempat duduk. Ini berbeda dengan pesawat servis yang
semuanya sudah termasuk di dalam harga tiket".
4.Terbang
murah bukan berarti pelayanan keselamatan minim
Langkah
Ignasius Jonan itu banyak memicu reaksi keras dari banyak kalangan, salah
satunya para backpacker atau budget traveler. Terlebih mereka adalah salah satu
pemburu tiket penerbangan murah.
"Emang
yakin kalau enggak murah selamat? Yang penting sistemnya," ucap Ook
menggebu-gebu kepada merdeka.com, Jakarta.
Begitu juga
dengan Deffa yang aktif di dalam Komunitas Jalan-Jalan Indonesia, "Saya
tidak setuju sih, karena alasan yang diberikan Menteri Jonan tidak relevan.
Mahal tidak berarti selamat juga," cetus dia.
Kebijakan
kontroversial ini pun mau tak mau memaksa para backpacker untuk memikirkan
ulang perjalanan mereka. "Salah satu motto backpaker kan dengan biaya
seminimal mungkin mendapatkan pengalaman yang semaksimal mungkin," tambah
Ook.
Kendati demikian,
mereka tetap menginginkan harga penerbangan murah dengan standar keselamatan
nomor satu. Apalagi selama ini mereka meyakini harga murah pesawat bukan karena
perusahaan maskapai tidak acuh terhadap keselamatan penumpang. Mereka
menganggap maskapai penerbangan hanya menekan biaya pelayanan sehingga harga
tiket menjadi murah.
5.Penerbangan
murah dituding kerap curangi konsumen
Ketua
Association of The Indonesian Tours and Travel (ASITA), Asnawi Bahar tidak bisa
menyembunyikan kekesalannya pada maskapai penerbangan murah atau Low Cost
Carrier (LCC) di Indonesia. Asosiasi travel mengaku kerap dibuat kesulitan
karena kebijakan maskapai.
Salah satu
kekesalan Asnawi soal ketidakjelasan pajak tiket ketika dilakukan pembatalan.
Dia menuturkan, jika terbang dengan penerbangan murah dan melakukan pembatalan,
maka tiket dinyatakan hangus. Padahal dalam tiket itu, penumpang sudah membayar
pajak.
"Penerbangan
murah perlu jujur. Penumpang sudah beli tiket, sudah bayar pajak dan
sebagainya. Kalau batal, pajak itu kemana? dan itu tidak dikembalikan, tidak
ada penjelasan," ucap Asnawi ketika dihubungi merdeka.com di Jakarta.
Dia
menyebutkan, potensi pajak yang tidak jelas penyalurannya itu cukup besar.
Mengingat jumlah penumpang yang membatalkan penerbangan juga banyak. "Ada
banyak penumpang, berapa coba duitnya. Pajaknya kemana. Harusnya
dikembalikan," katanya.
Sumber: http://megajulprstw.blogspot.com/2015/02/pro-kontra-pengaturan-tiket-pesawat.html
Comments
Post a Comment